Nanank Haris S
Individu yang pendiam dan introspektif yang menemukan penghiburan di kedalaman sintaxdan mencoba menemukan kedamaian di tengah kekacauan. Meskipun bergulat dengan ADHD, cintanya kepada keluarganya tetap tak tergoyahkan, yang menopangnya di tengah badai kehidupan. Dalam pelukan pikirannya yang tenang, ia merajut algoritma yang rumit, mengubah perjuangannya menjadi kemenangan dan kesendiriannya menjadi tempat perlindungan.

Masjid Jogokariyan Yogyakarta

Mungkin belum banyak kalangan pembaca yang tahu mengenai masjid ini, atau mungkin malah sebaliknya sudah banyak dan tahu persis tentang Masjid Jogokariyan ini. Namanya memang tidak Islami seperti masjid-masjid pada umumnya. Namun menurut takmir masjid ini, penamaan masjid Jogokariyan ini sudah sesuai dengan sunnah Rasulullah. Karena Rasulullah sendiri menamai masjid yang beliau bangun menggunakan nama tempat dimana masjid tersebut berada.

Masjid ini terletak didaerah Jogokariyan Yogyakarta kira-kira 15 menit dari pusat Kota Yogyakarta. Masjid dengan dua lantai ini memang terlihat sederhana. Tidak begitu mewah seperti masjid-masjid pada umumnya. Tidak semegah Istiqlal memang. Namun siapa sangka dengan kesederhanaan bangunan Masjid Jogokariyan ini ternyata memiliki hal yang luar biasa dibanding dengan masjid lainnya yang mana bagi saya hal tersebut sangat jarang ada pada masjid lain. Di masjid ini, jamaah sholat subuhnya bisa mencapai setengah dari jamaah shalat Jum’at. Luar biasa bukan. Jauh berbeda dengan jamaah subuh dimasjid kampung saya, paling banyak cuma 5 orang itu pun sudah termasuk jamaah perempuan. Miris.

Sebagian besar masjid-masjid di Indonesia pengelolaan masjid masih hidup dari sokongan masyarakat disekitar masjid. Dalam artian setiap kegiatan maupun pengembangan masih ketergantungan dengan masyarakat. Tentunya bagi kalangan menengah kebawah yang orientasi mengenai fungsional dan kegunaan masjid minim, tentunya agak memberatkan apabila setiap ada kegiatan keagaamaan mereka tetap dibebani dengan pasokan. Belum lagi jika terdapat minimal nominal iuran. Tentunya mereka akan sedikit menggerutu dengan penetapan nominal yang mana mungkin bagi mereka akan jauh lebih bisa dimanfaatkan untuk pengalokasian lain, membeli kebutuhan pokok misalnya. Dalam konteks inilah ternyata masjid masih menjadi “beban” bagi masyarakat untuk diberdayakan. Karena pada umumnya masjid masih menggantungkan dari jumlah infaq dan sadaqah dari jamaahnya.

Namun bagaimana jika kebalikannya? Masjid yang mensejahterakan jamaahnya. Memang terkesan aneh apabila sebuah masjid mampu memberi sumbangsih bagi kesejahteraan masyarakat. Apalagi dilihat dari daya guna masjid itu sendiri merupakan tempat unutk beribadah. Namun di Masjid Jogokariyan ini anda akan menemui hal yang memang terbalik dari kondisi asli dari sebuah masjid. Dimana Masjid Jogokariyan ini justru menjadi tulang punggung jamaahnya. Bagaimana bisa hal itu terjadi?

Saya akui memang manajemen di Masjid Jogokariyan ini memang super luar biasa. Jogokariyan adalah satu dari sedikit Masjid yang tidak bergantung pada infak dan sedekah dari masyarakat sekitar. Bahkan menjadi salah satu yang sangat membantu kehidupan masyarakat sekitarnya. Masjid ini telah memiliki kemandirian secara ekonomi dengan baik. Ustadz Jazir, adalah salah seorang pengurus masjid Jogokariyan dan merupakan salah satu perintis gerakan dakwah semenjak kecil. Bermula dari pemikiran untuk menetapkan pengeluaran masjid untuk setiap bulannya. Kemudian jumlah pengeluaran tersebut dibagi menjadi 4 kali shalat jum’at;ternyata seluruh pengeluaran tersebut baru bisa ditutupi seandainya setiap orang berinfaq sejumlah 1.500 rupiah. “Jika sedekah anda kurang dari 1.500 rupiah; berarti ibadah anda masih kami subsidi. Namun jika anda bersedekah 1.500 rupiah setiap bulan; berarti ibadah anda sudah tidak disubsidi. Tapi kami sama sekali tidak keberatan. Jika anda menyumbang lebih dari 1.500 rupiah setiap Shalat Jum’at, berarti anda sudah membantu saudara-saudara anda untuk beribadah di Masjid ini.”, demikian kata Ustadz Jazir memberikan penjelasan kepada masyarakat. Hasilnya? Sedekah Shalat Jum’at jauh melebihi kebutuhan dari Masjid.

Uang hasil sedekah tersebut tidak digunakan untuk pembangunan masjid, namun dipakai untuk berbisnis. Penghasilan dari bisnis tersebutlah yang digunakan untuk kemakmuran masjid, bahkan juga unutk para masyarakat sekitar. Bagi Utadz Jazir, bentuk fisik dari Masjid Jogokariyan sendiri tidaklah begitu penting. Beliau lebih mengutamakan kesejahteraan masyarakat sekitar masjid ketimbang memoles bangunan masjid. “Apalah arti bangunan masjid yang bagus, namun masih banyak warga sekitar yag kelaparan. Masjid yang bagus tapi membebani masyarakat itu artinya sama saja” ujar Ustadz Jazir.

Melalui bisnis tersebut, disusunlah program-program untuk masyarakat. Salah satu program yang ada adalah program umrah kepada 4 jamaah yang paling rajin shalat berjamaah di masjid. Begitu juga program shalat shubuh berjamaah. Mereka sampai membuat undangan kepada masyarakat sekitar yang isinya undangan untuk datang sholat subuh berjamaah dimasjid. Program sarapan gratis bagi jamaah yang melakukan kegiatan setelah ba’da subuh sampai waktu kerja tiba dan uang jajan gratis kepada anak-anak yang beraktifikats dimasjid sampai waktu sekolah tiba.

Apabila bulan ramadhan tiba, dengan tema khas Kampoeng Ramadhan, masjid ini akan sangat ramai dikunjungi; bahkan oleh jamaah diluar sekitar masjid. Banyak sekali agenda kegiatan di masjid ini. Mulai dari buka bersama, shalat tarawih dengan imam dari Palestina maupun Madinah, i’tikaf dimasjid, tausiah dan masih banyak lagi. Apabila menjelang buka puasa akan disuguhkan ribuan takjil untuk para jamaah yang ingin berbuka puasa di Masjid Jogokariyan.

Disamping itu Masjid Jogokariyan juga tetap menjalankan visi membangun pemuda-pemuda yang lahir dari masjid dan mencintai masjid. Manajemen Masjid Jogokariyan juga memetakan jamaah disekitar masjid. Disana akan ada database penanda berapa orang yang sudah umrah, berapa orang yang sering sholat berjamaah dimasjid, berapa orang yang sudah berqurban dan lain sebagainya. Begitu juga pemetaan keluarga mana yang paling rajin ke masjid, yang jarang ke masjid bahkan yang memusuhi masjid. Dengan begitu akan terlihat jelas pemerataan syiar islam oleh Masjid Jogokariyan.

Beberapa pelajaran yang bisa kita ambil dari fenomena Masjid Jogokariyan antara lain :

  1. Masjid harus memenuhi fungsi utama sebagai tempai ibadah yang nyamaan bagi para jamaahnya. Para jamaah bisa melakukan ibadah dengan nyaman dan kondusif meski bangunan yang sederhana dan tidak megah.
  2. Masjid tidak seharusnya menjadi beban bagi masyarakat sekitar, justru harus memiliki kemandirian dalam pengelolaan dan pembangunannya. Serta mampu menjamin kesejahteran masyarakat sekitar masjid.
  3. Masjid merupakan pusat pendidikan Islam untuk masyarakat dan kaderisasi kepemimpinan masyarakat yang mencakup tidak hanya anak-anak namun juga semua lapisan masyarakat.
  4. Masjid adalah simbol dari nuansa islam disebuah wilayah sudah selayaknya mampu hidup dan mempengaruhi masyarakt muslim disekitarnya

Sudah sewajarnya kita meniru bagaimana sebuah masjid mampu menjadi tulang punggung masyarakat disekitarnya. Masjid Jogokariyan adalah salah satu dari jutaan masjid yang mampu melakukanya. Meski ada jauh dari kata sempurna namun bila berkaca dari masjid kampung-kampung yang lain, Masjid Jogokariyan ini sudah melangkah jauh didepan. Memang semuanya butuh proses yang panjang dan kesadaran dari jamaah itu sendiri. Lalu kapan kita akan memulainya?

Dikutip dari beberapa sumber.

Share

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *